Kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sebelumnya tercantum dalam Undang-undang (UU) nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diubah, seperti yang kini tertuang dalam UU Cipta Kerja.
Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Rulli Nuryanto mengatakan, pemerintah merombak kriteria ini dilakukan agar pendataan UMKM bisa lebih mudah, juga mengikuti perkembangan zaman.
“Terkait kriteria memang banyak hal masukan ketika kami rapat dengan panja-panja, misalnya kriteria usaha kecil mikro dan menengah. Kalau dari hasil pasal yang ada dapat memuat modal usaha, kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha,” papar Rulli dalam konferensi pers virtual UU Cipta Kerja Klaster UMKM dan Koperasi, Kamis (8/10/2020).
Kemenkop UKM juga sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk lebih merincikan kriteria bagi UMKM yang substansinya tertuang dalam UU Cipta Kerja.
“Pembahasan RPP masih berlangsung terkait dengan kriteria ini, agar kriteria ini selain nanti bisa menjadi pedoman bagi seluruh Kementerian/Lembaga juga akan mempermudah pendataan bagi pelaku UMKM. Besaran omzet, aset, dan sebagainya tentu akan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi saat ini dan nanti mungkin melihat perhitungan beberapa lembaga termasuk Bank Indonesia,” urai Rulli.
Dilihat dari berkas UU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI, perubahan kriteria UMKM itu tertuang dalam pasal 87 di halaman 458, yang mengubah pasal 6 dari UU 20/2008 yang berbunyi sebagai berikut:
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866) diubah:
1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
- Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat memuat modal usaha, omzet, indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi, insentif dan disinsentif, penerapan teknologi ramah lingkungan, kandungan lokal, atau jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sementara, pasal 6 UU 20/2008 berbunyi sebagai berikut:
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah).
(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan
Presiden.
Vadhia Lidyana – detikFinance