Nah teknologi tepat guna adalah teknologi yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atas. Dari wikipedia saya menemukan penjelasan soal teknologi tepat guna:
“…teknologi tepat guna umumnya dikenal sebagai pilihan teknologi beserta aplikasinya yang mempunyai karakteristik terdesentralisasi, berskala relatif kecil, padat karya, hemat energi, dan terkait erat dengan kondisi lokal.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang dirancang bagi suatu masyarakat tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
Dari tujuan yang dikehendaki, teknologi tepat guna haruslah menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif seminimal mungkin dibandingkan dengan teknologi arus utama, yang pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari lingkungan.
Di Indonesia banyak wilayah yang kesulitan air bersih. Yang saya lihat dan alami langsung adalah ketika saya di FLores Timur dan Lembata saat menjadi relawan untuk Kopernik dalam program Indonesian Women for Energy. Air sebetulnya tersedia, tapi tidak dapat dikonsumsi karena kandungan kapur (di Flores) dan belerang (di Lembata) terlalu tinggi. Sehingga memasak air hanya membunuh bakterinya saja, kotorannya tetap ada dalam kandungan airnya. Apabila dikonsumsi terus-menerus tentu akan berdampak buruk pada kesehatan, seperti gangguan fungsi ginjal.
Bila mengonsumsi air yang kurang bersih, anak-anak bisa terkena diare. Diare dapat mengganggu anak-anak untuk mendapatkan haknya belajar dan menuntut ilmu. Semakin lama diare, semakin lama tidak sekolah, semakin tertinggal pendidikannya. Bahkan diare yang berkepanjangan bisa menyebabkan kematian.