Perkembangan Virus Corona (COVID-19) di Indonesia sudah semakin
masif, termasuk di Jakarta. Sampai dengan hari ini, angka tingkat
kematian di Indonesia karena virus ini mencapai 8,3% yang notabene dua
kali lipat angka rata-rata dunia. Lebih dari itu, sektor perekonomian
pun tampak terus lesu terutama di Jakarta yang paling kelihatan
dampaknya.
Oleh karena itu, HIPMI JAYA sebagai organisasi yang
menaungi pengusaha muda, ingin meminta bantuan kebijakan pemerintah agar
tidak banyak pengusaha yang gulung tikar.
“Pengusaha milenial dan
rumahan menjerit karena omzet sudah berkurang 70% sejak seminggu
terakhir terutama di Jakarta dan Bali,” kata Ketua Umum HIPMI JAYA,
Afifuddin Suhaeli Kalla
Melihat tren dari negara lain, Indonesia
baru di posisi awal virus ini sehingga waktunya tidak bisa diperkirakan
akan berapa lama lagi.
“Masalah terbesar bagi para UKM ini adalah
momentum Ramadhan dan Lebaran, yang di mana ini merupakan momen
mendulang emas bagi sebagian besar pengusaha muda,” sambung dia.
Terpisah,
Ketua Bidang 8 UKM & Start-Up HIPMI JAYA dan CEO Titik Temu Coffee,
Diatce G Harahap mengatakan, bila keadaan masih seperti ini atau
mungkin lebih parah, akan berdampak pada UKM terutama retail, sebab
mereka tidak punya fleksibilitas dalam hal cashflow.
“Sudah hampir pasti akan terjadi PHK dan kami tidak bisa membayarkan THR. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah pusat dan daerah bisa memberikan kebijakan langsung yang akan berdampak positif kepada UKM,” kata dia.
Adapun usulan dari para teman-teman UKM yang tergabung di HIPMI JAYA adalah: bisa melakukan emergency loan, PB1 PPH21 libur seperti manufaktur, grace period dari bank untuk enam bulan, membantu mengurangi beban operasional UKM sehari-hari seperti gas, air, dan listrik, serta bila memungkinkan mobilisasi perusahaan kecil dan menengah untuk proyek-proyek yang membantu mengatasi COVID-19 dari pemerintah, BUMN, ataupun daerah.
“Usulan tersebut dimaksudkan untuk menjaga momentum pengeluaran sampai dengan Lebaran, karena mayoritas UKM bertumpu di momen Ramadhan dan Lebaran untuk setahun ke depan. Lebih dari itu, kami ingin pemerintah juga mengintervensi dari sisi demand-nya juga. Sebab, percuma juga kalau dari sisi masyarakat tidak punya kemampuan untuk membelinya,” tutup Diatce
Soraya Novika – detikFinance